Sore yang cukup cerah. Semburat jingga di ufuk barat menghiasi langit yang cerah. Bahkan matahari nampak sangat indah dengan warna jingga yang tegas. Hari yang sangat indah. Burung-burung membentuk formasi di langit sore itu, terbang kembali ke sarang mereka.
Di dalam sebuah rumah berwarna putih seorang gadis kecil merengek agar diperbolehkan ikut pergi bersama ayah dan dua kakaknya. Sangat di sayangkan si gadis kecil, karena sang ayah tidak mengijinkan. Sang ayah ingin si gadis kecil berada di rumah menemani ibu dan kakaknya yang lain yang kebetulan sedang terbaring lemah, sakit. Gadis kecil itu tidak ingin mendengar segala hal yang dijelaskan ayahnya. Memangnya apa yang ayahnya harapkan dari gadis kecil berumur 3-4 tahun tersebut. Mendengar penjelasannya dan kemudian menurutinya begitu saja? Hah... yang benar saja, lupakan hal tersebut karena itu akan sulit terwujud. Si gadis kecil terus merengek, memohon, meminta, sampai akhirnya sang ayah mengijinkannya untuk turut serta.
Sore itu, ayah dan dua kakaknya akan pergi mencari buku di salah satu toko buku yang jaraknya tidak terlalu jauh ditempuh dengan berjalan kaki. Jaraknya mungkin sejauh jalanan dari perempatan UIN Sunan Kali Jaga sampai perempatan Galeria jika jalan yang dilalui lurus saja, mungkin... mengingat aku tidak bisa mengukur jarak dengan tepat. Dan perjalanan tersebut harus dilakukan dengan menambah satu anggota yang kemungkinan akan merengek kelelahan di tengah jalan dan hanya akan merepotkan anggota perjalanan yang lain, karena rupanya gadis kecil kita memenangkan pertandingan keras kepala. Tapi apa mau dikata, toh ada kebutuhan buku dua orang kakak yang harus dipenuhi. Dan akhirnya sang ayah memutuskan untuk naik becak menuju toko buku.
Tidak banyak kejadian berarti sepanjang perjalanan rombongan itu menuju toko buku, bahkan dari gadis kecil kita ini. Jalanan cukup ramai tapi tidak cukup padat. Waktu tempuhpun menjadi semakin pendek. Sesampainya di sana, rombongan ini langsung bergerak ke tempat yang mereka tuju. Dan gadis kecil kita langsung berada di deretan buku bergambar lucu, buku-buku dongeng, dan segala macam buku anak-anak yang lain.
Pada awalnya gadis kecil itu masih bersama salah seorang kakaknya, tapi lama-kelamaan rupanya gadis kecil kita terlalu terhanyut dalam keindahan buku-buku tersebut. Setelah waktu yang cukup lama, si gadis kecil mengangkat pandangnnya dari buku yang dipegangganya, buku yang sedang diamati gambar-gambarnya. Dan di situlah dia tersadar, kakaknya tidak lagi berada di sisinya. Dia mengedarkan pandangan, kekiri, kekanan. Dia berbalik dan memicingkan mata, mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Dia memutari rak-rak buku terdekat, kawatir kalau terlalu jauh kakaknya tidak dapat menemukannya. Dia berjinjit dan mengintip dari rak-rak berukuran rendah. Dan gadis kecil kita rupanya tidak mengenal satupun orang yang dilihatnya. Merasa tidak menemukan ayah ataupun dua kakaknya.
Alarm dalam kepala gadis kecil itu berbunyi, ”O...O.. sepertinya aku ditinggal pulang...”, pikir gadis kecil itu. Gadis kecil itu nampak berpikir keras dengan apa yang harus dilakukan. Wajahnya merengut ala orang berfikir keras, matanya dipicingkan, dan sesekali dia terlihat seperti sedang menimang-nimang segala kemungkinan. Dan kemudian gadis kecil itupun memutuskan,”baiklah... aku pulang saja menyusul mereka... aku kan tahu jalan pulang”. Kemudian gadis kecil itu segera menjalankan rencananya.
Toko buku itu berada di lantai dua. Dan untuk keluar dari toko tersebut, si gadis kecil tentunya harus turun melalui eskalator yang merupakan satu-satunya jalan. Si gadis kecil nampak berpikir di samping eskalator, yang satu mengarah ke ruangan tempatnya berdiri dan di sampingnya mengarah ke lantai bawah. Nampaknya dia sedang mempertimbangkan sesuatu. Wajahnya terlihat seperti sedang berpikir keras, lagi.
”mungkin ga ya? Jika aku turun dari tangga berjalan ini dari tangga berjalan yang ke arah atas?”, gadis kecil kita mempertimbangangkan. Mengamati dan mempertimbangkan. Kemudian tanpa menunggu lama dia mencoba apa yang terlintas dalam pikiran, turun ke lantai bawah melalui eskalator yang menuju lantai dua. Lagi Keadaan di eskalator lumayan sepi, jadi sedikit kemungkinan orang akan memandangi gadis kecil yang sedang bertindak konyol ini. Dengan ketetapan hati, gadis kecil konyol ini mencobanya. Pada awalnya dia berjalan perlahan, tapi arus eskalator terlalu kuat untuk ukurannya dan terus membawanya ke atas. Dan percobaan selanjutnya, gadis kecil kita berlari. Tapi rupanya kaki pendeknya dan tenaganya menghianati keinginannya, karena tiap kali mencoba ia terus terbawa ke atas lagi karena kelelahan di tengah usahanya untuk turun ke bawah. Akhirnya gadis kecil kita memutuskan untuk mengakhiri kekonyolannya dan kembali ke rencana awal. Dengan sedikit terengah, dia mengangkat kepalanya dan mengambil jalan yang benar kemudian pulang ke rumah, menyusul ayah dan kedua kakaknya.
Kali ini gadis kecil kita turun melalui eskalator yang seharusnya, eskalator yang mengarah ke bawah. Sampai di lantai dasar gadis kecil itu berjalan dengan setengah berlari ke arah pintu keluar. Nampaknya di luar sudah gelap. Wajar saja, waktu menunjukkan sudah lewat magrib. Tanpa pikir panjang, gadis kecil itu berjalan pulang. Dengan kecepatan yang lumayan cepat, mengingat ukuran gadis kecil ini yang memang masih kecil.
Jalanan cukup ramai, tapi trotoar pejalan kaki cukup nyaman dilalui walaupun telah berbagi tempat dengan warung makan kaki lima. Mengingat itu sudah jam makan malam, di tiap- tiap warung yang berjajar telah dikunjungi beberapa pelanggannya. Gadis kecil kita berjalan di trotoar tersebut dengan jalan yang cukup cepat, tapi tidak bisa dikatakan berlari. Beberapa pelanggan di warung tersebut melihatnya dan melontarkan gangguan-gangguan yang benar-benar tidak dihiraukan gadis kecil kita. Yang terlintas di kepala gadis kecil itu hanyalah berjalan secepatnya dan menyusul sang ayah.
Perjalanan akan terasa jauh saat kuceritakan bagian ini. Gadis kecil kita telah melalui jajaran warung kaki lima, lalu terus berjalan melalui belakang pos polisi lalu lintas, melewati supermarket berukuran sedang, dan menyeberangi jalan kecil. Gadis kecil kita masih juga terus berjalan di trotoar yang melewati sebuah rumah tua. museum lukisan, pohon tua yang sangat besar dan gagah, berjalan di atas jembatan dengan sedikit penerangan, melewati sekumpilan toko-toko kecil, sampai akhirnya menuju belokan yang sangat dikenalnya.
Kemudian gadis kecil kita berbelok di belokan jalan yang sangat dikenalnya. Jalanan cukup lengang dengan sedikit kendaraan bermotor yang lewat. Jalanan tersebut tidak memiliki trotoar, jadi gadis kecil kita berjalan sepinggir mungkin di jalan tersebut. Dia telah melalui kumpulan warung di jalan tersebut, lalu terus berjalan melewati sawah-sawah yang terbentang di sisi kanan dan kiri jalan, sampai akhirnya tiba di belokan berikutnya yang dia kenal sebagai jalan menuju rumah. Sayangnya jalan itu berada di seberang jalan, jadi gadis kecil kita harus menyeberang.
Untunglah gadis kecil kita ini cukup berotak. Dan rupanya dia cukup baik mengingat pesan guru di TK bahwa penting untuk menengok ke kanan-kiri jalan dan mengamati keadaanya sebelum menyeberang. Dan betul sekali, gadis kecil kita nampak sedang menengok ke kanan dan kiri untuk memeriksa jalan. Sekali dan dua kali kepala gadis kecil itu berputar mengamati jalan dengan cara yang menggemaskan. Apa sudah cukup aman atau belum? Saat dirasa cukup aman, gadis kecil kita segera berlari menyeberang.
Ini kawasan pemukiman warga. Jalanan yang sekarang sedang dilalui gadis kecil kita diapit rumah-rumah yang berjajar yang cukup dikenalnya. Tapi malam itu jalanan cukup lengang dan cahanyanya cukup terang, yah.. sedikit lebih terang dari remang-remang lah.., gadis kecil kita berjalan dalam kecepatan stabil. Sampai akhirnya dari kejauhan terdengar suara anjing.
Ow..ow.. gadis kecil kita cukup tahu bahwa di salah satu rumah di depan sana ada yang memelihara anjing, dan suara anjing tersebut membuatnya tertegun. Mukanya meringis sambil memutar otak, ”haduh... bagemana ini?”. gadis kecil kita terus berpikir dengan cepat,”tapi aku pingin pulang, lewat jalan lain akan lebih lama,,,,”. Dan akhirnya dengan kebulatan tekat dan keberanian yang ditumbuhkan secepat mungkin, setelah mengatupkan sepasang tangannya di atas dada dan memanjatkan doa, lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya keras-keras, gadis kecil kita melanjutkan perjalanannya.
Dan yang benar saja, ternyata anjing sialan itu berada di depan rumah pemiliknya. Atau lebih tepatnya di jalanan depan rumah sang pemilik. Dan untuk lebih ditailnya lagi, di tengah jalan di depan rumah tuannya yang mana akan segera dilewati gadis kecil kita. Anjing kecil berbulu lebat, berwarna cuklat keemasan, bermuka lucu, menggemaskan, dan terlihat inocent, tapi berperingai seperti angsa yang sedang mengerami telurnya dan diganggu sarangnya. Anjing itu sedang berdiri memasang kuda-kuda di atas empat kaki kecilnya sambil menyalak pada sesuatu yang tidak jelas. Melihat pemandangan yang tidak menyenangkan dan tidak menguntungkan tersebut, gadis kecil kita tiba-tiba terserang panik mendadak, kemudian berlari sekencang mungkin. Dan anjing kecil yang lucu tapi galak itupun seperti tersulut api dan mengejar gadis kecil kita. ”gyaaa!!!!”, gadis kecil kita yang panik setengah mati berlari pontang-panting sambil terus diekori si anjing kacil galak sialan itu dengan antusias yang besar pula. Gadis kecil itu terus berlari, berlari dengan kaki-kaki montoknya yang kecil, berlari dengan kekuatan penuh, dan anjing kecil itupun berlari mengejar dengan riang gembira sambil menyalak keras-keras.
Gadis kecil kita melihat perempatan jalan di depan, dan sambil terus berlari dia berbelok ke kiri di perempatan itu. Sesekali gadis kecil itu menengok kebelakang, dan ternyata si anjing masih juga mengekor. Rasanya anjing itu menyeringai... Rasa panik dan takut benar-benar menyingkirkan rasa lelah, gadis kecil kita terus berlari. Kali ini tanpa peduli keadaan sekelilingnya. Dia telah melewati masjid, sekolah dasar, beberapa rumah, kebon kosong, dan kebon bambu. Melupakan semua kisah menyeramkan yang menyertai tempat-tempat tersebut dan terus berlari sekuat tenaga.
Sementara itu, beberapa saat setelah gadis kecil kita pulang, ayahnya menyadari keberadaan anaknya yang terkecil telah hilang dari toko buku tersebut. Kepanikan segera melandanya. Bersama kedua kakaknya, mereka mencari-cari ke seluruh penjuru toko. Menanyakan pada setiap orang yang ada di toko itu, bertanya pada satpam dan juga pegawainya, tapi tak satupun dari mereka melihat keberadaan gadis kecil kita.
Panik, panik, panik. Ayah dan kedua kakaknya menyusuri jalan yang tadi di lewati gadis kecil kita. Sampai di pos polisi lalulintas sang ayah bertanya pada si polisi, tapi ternyata si polisipun tidak melihat apa yang ditanyakan sang ayah.
Terus mencari dan mencari, sampai di belokan pertama menuju rumah, mereka berpencar. Sang ayah mencari di jalan yang mungkin dilalui anak perempuannya yang lucu dan menggemaskan itu. Begitu pula dengan dua kakaknya yang mencari di jalan lain yang mungkin di lalui adik kecilnya. Paniknya mereka, apa jadinya jika mereka pulang tanpa membawa serta gadis kecil kita??
Sambil menyusuri jalanan, mereka terus mencari. ”Anak itu masih terlalu kecil, mana mungkin berjalan dengan cepat, pasti capek di jalan”, pikir mereka. ”hadoh!!!!!!!moga-moga ga di temu orang!!!!moga-moga ga ditubruk!!! Anak itu!!!”, pikir mereka saat frustasi mulai melanda.
Tapi perjalanan menyusuri jalanan menjadi angat panjang dan tampaknya sia-sia. Tidak ada tanda-tanda dan tidak ada orang yang tahu atau memperhatikan jalanan dengan cermat malam itu. Langkah gontai menyertai kepulangan kedua kakaknya, begitu juga ayahnya yang berjalan dari arah yang lain. Tanpa menemukan gadis kecil kita bukanlah hal bagus sebagai kabar untuk di bawa pulang.
Kembali ke gadis kecil kita yang akhirnya sampai juga di depan gerbang rumahnya. Dengan keringat yang membanjir di sekujur tubuhnya, dengan rasa panik yang tak terkira, dia menjerit keras-keras,” MAMA!!!MAMA!!!MAMA!!!!”. Suaranya lantang tapi menyiratkan perasaan panik dan takut. Jantungnya berdetak kencang, tangannya menggenggam jeruji gerbang dan menggoncang-goncangnya sekuat tenaga berharap ibunya segera membukakan pintu, dan air matanya mulai mengalir. Dibalik segala kepanikannya, rupanya gadis kecil kita tidak sadar anjing kecil yang setia mengejar tadi sudah tidak mengekor dengan setia. Tak lama kemudian dari dalam rumah ibunya berlari disertai pamannya yang baru saja tiba dan masuk ke dalam rumah.
”adek!?!?!?! Adek kenapa?? Kok sendirian!?!?!?”, sambil membuka pintu ibunya bertanya. Tapi nampaknya gadis kecil kita belum dapat menjawab, masih terengah-engah, masih deg-degan, masih tidak dapat berpikir, dan tentunya masih menangis. Pamannya langsung menggendong dan membawanya masuk ke dalam rumah disertai ibunya yang mengikuti di belakang.
Di dalam rumah, pamannya membantunya mencuci muka, ibunya mengambil handuk dan baju ganti. Sang Paman membantu melap keringat gadis kecil kita, membantunya berganti pakaian, sedang ibunya mengawasi dengan masih tampak kebingungan dan kawatir.
”adek tadi lewat mana”, pamannya bertanya dengan suara yang menyiratkan kekawatiran
”lewat jalan biasanya”, jawab gadis kecil kita, parau, sambil menunjuk arah yang dilewatinya tadi dengan tangan yang masih bergetar.
”ya ampun!!! Tadi om lewat situ juga, kok ga liat adek, om baru aja masuk rumah juga!!”, sang paman berkata dengan perasaan bersalah karena melewati jalan yang sama tanpa melihat keponakan tersayangnya yang berjalan sendirian.
”lha bapak mana? Kok adek ga bareng bapak?”, ibunya akhirnya dapat melontarkan pertanyaan setelah kesadarannya kembali.
”aku kira papa udah pulang duluan tadi, makanya aku pulang juga, terus dikejar anjing.” gadis kecil kita mencoba menjelaskan.
”ya ALLAH!!!”, seru ibu dan pamannya bebarengan.
” kenapa ga dicari dulu bapak di sana, bapak ga mungkin ninggal pulang to dik!”, ibunya memulai ceramah,” jalan pulang sendirian anak kecil itu bahaya!” ibunya mulai memarahi, ”kalo tadi ketabrak motor ato mobil gimana! Kalo tadi di culik orang gimana! Kalo tadi nyasar gimana!”, dan ibunya berceramah panjang lebar sembari menggendong dan membawa gadis kecil kita masuk ke ruang keluarga dan kemudian mendudukkanya dan memeluknya dan terus berceramah panjang-lebar kesana-kemari.
Di tengah-tengah ceramah penuh rasa kawatir sang ibu, pintu ruang tamu terbuka, dan sang ayah masuk terburu-buru. Dan sesampainya di ruang keluarga, sang ayah melihat gadis kecilnya sudah berada disana, bersama ibu dan pamannya. Perasaan syukur dan lega segera melanda meliputi ekspresi wajahnya, pelan-pelan meyingkirkan kekawatirannya. Wajahnya yang tadi terlihat pucat pasi mulai dialiri darah dan terlihat mulai kembali hidup. Walaupun nafasnya masih terengah-engah tapi sang ayah langsung menghampiri gadis kecil itu. Kekawatirannya menguap seketika. Dan beberapa saat kemudian kedua kakaknya tiba.
Tidak berselang lama setelah semua pikiran kembali dapat berpikir normal, baik ayah maupu kedua kakaknya menanyainya dan sekaligus menceramahinya dengan isi yang tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dituturkan sang ibu beberapa saat yang lalu. Dan gadis kita pun kembali menjawabnya, tapi mereka masih saja kesal dengan kecerobohan gadis kecil kita. Kesal dan kawatir dan lega. Kemudian gadis kecil kita menimpali, ”tapi kan aku dah dikejar anjing juga!!!” dan kembali menangis, ”hiks...hiks...hiks...!!!!”. Dan akhirnya semua kejadian di sore itu berakhir dengan penuh kelegaan.
Gadis kecil kita tumbuh beriringan dengan waktu. Gadis kecil kita masih sedikit takut dengan anjing yang menyalak apalagi jika anjingnya mengejar. Gadis kecil kita juga tidak suka berjalan sendirian di kegelapan. Gadis kecil kita menjadi sangat mencintai buku. Dan gadis kecil kita belajar bahwa orang tuanya tidak akan pernah melupakannya begitu saja, karena mereka sangat mencintai gadis kecil kita.
by: Aj Wijayaningsih
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150160686746915
0 komentar:
Posting Komentar